Dimana Orang Rimba Tinggal?
Orang Rimba secara tradisional hidup di kawasan pulau Sumatera bagian tengah yang tercakup dalam wilayah administratif provinsi Jambi. Mereka tersebar di berbagai lokasi yang berbeda-beda, misalnya di selatan sungai Tembesi, di antara sungai Tembesi dan Merangin, di Taman Nasional Bukit Duabelas, dan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Jumlah keseluruhan Orang Rimba di seluruh lokasi berkisar antara 2000 sampai 3000 jiwa. Populasi Orang Rimba terbesar berada di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Berdasarkan sensus LSM KKI Warsi pada tahun 2004, jumlah Orang Rimba yang hidup di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas adalah 1316 jiwa. Mereka tercakup dalam tiga kelompok besar, yakni kelompok Makekal, kelompok Kejasung, dan kelompok Air Hitam. Kelompok Makekal, khususnya Makekal Hulu yang tinggal di wilayah selatan-barat daya Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan Orang Rimba yang dibicarakan dalam buku ini.
Kawasan hutan Bukit Duabelas sebagai wilayah ruang hidup Orang Rimba ditetapkan sebagai Taman Nasional oleh pemerintah pada tahun 2000. Luas areal keseluruhan 60.500 hektar. Penetapan itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 258/Kpts-II/2000, tertanggal 23 Agustus 2000. Penetapan tersebut terutama diperuntukkan atas perlindungan bagi Orang Rimba sebagai indigenous people di kawasan tersebut. Saat ini pengelolaan taman berada di tangan Dinas Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Taman Nasional Bukit Duabelas, lazim disingkat TNBD, terletak di antara 01°45’58” lintang selatan dan 102°03’02” bujur timur. Ketinggiannya berkisar dari 50 sampai 438 di atas permukaan laut. Tingkat kelerengannya antara 2-40%. Di dalam kawasan tersebut terdapat beberapa sungai dengan anak-anak sungai yang menyerupai serabut akar tunggang. TNBD merupakan kawasan hutan hujan dataran rendah Sumatera yang masih tersisa dan merupakan daerah tangkapan air untuk daerah aliran sungai (DAS) Batanghari, dengan Sub DAS Air Hitam Hulu, Sub DAS Kejasung, dan Sub DAS Makekal. Nama Bukit Duabelas diperoleh dari keberadaan duabelas bukit yang membujur dari timur ke barat. Bukit tertinggi adalah bukit Kuran dengan ketinggian 438 dpl.
Secara administratif, TNBD tercakup dalam tiga wilayah kabupaten, yakni Sarolangun, Batanghari, dan Tebo. Kecamatan yang mencakup wilayah TNBD adalah kecamatan Air Hitam dan Mandiangin (Sarolangun), kecamatan Tebo Ilir (Tebo) dan Maro Sebo Ulu (Batanghari). Untuk memasuki kawasan TNBD, perizinan tidak melalui dinas pemerintahan tetapi melalui pengelola kawasan, yakni dinas BKSDA Jambi.
Apabila berkeinginan memasuki Taman Nasional Bukit Duabelas, perizinan harus diurus di Dinas BKSDA Jambi yang beralamat di Jalan Arief Rahman Hakim No. 10B, Lt. 2, Telanaipura, Jambi, kode pos 36124, atau melalui Seksi Konservasi Wilayah I Bangko, Jl. Jendral Sudirman Km 3, Bangko. Pos terdekat BKSDA dengan kawasan Taman adalah pos BKSDA di desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun.
Ruang Hidup Orang Rimba
Hutan adalah ruang hidup Orang Rimba. Hutan merupakan rumah, sumber penghidupan, dan perlindungan bagi Orang Rimba. Hutan adalah tempat anak-anak rimba tumbuh berkembang menjadi manusia yang arif terhadap alam. Dalam keteduhan pepohonan, Orang Rimba menganyam kehidupan.
Sebagaimana ditulis di awal, Orang Rimba yang menjadi subjek dalam buku ini adalah Orang Rimba yang tinggal di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Suatu kawasan dimana terdapat konsentrasi Orang Rimba terbesar. Lebih khusus lagi, subjek buku ini adalah Orang Rimba yang berada di kawasan selatan-barat daya Taman Nasional Bukit Duabelas yang dikenal sebagai kelompok Makekal Hulu. Penetapan hutan Bukit Duabelas menjadi Taman Nasional sendiri tidak lain merupakan upaya perlindungan bagi Orang Rimba. Pembentukannya serupa dengan pembentukan berbagai taman nasional yang ditujukan bagi orang Indian di Amerika Serikat.
Taman Nasional Bukit Duabelas (lazim disingkat TNBD) merupakan salah satu hutan ruang hidup Orang Rimba yang terpenting. Di sana kondisi hutannya relatif masih memungkinkan kehidupan tradisi budaya Orang Rimba berjalan dengan baik. Sebab hanya hutan yang masih terjagalah yang akan terus dapat menjadi ruang hidup bagi masyarakat rimba. Hutan yang rusak sama artinya dengan kehancuran eksistensi mereka. Rimba sendiri secara harfiah bermakna hutan. Orang Rimba berarti orang yang hidup di dalam hutan. Tidak seperti para petualang atau pencari kayu yang tinggal hanya beberapa waktu di dalam hutan, Orang Rimba hidup di dalam hutan sepanjang hayat. Tidak seperti para petualang yang meskipun tinggal bertahun-tahun lamanya di dalam hutan, namun selalu memiliki rumah tempat kembali pulang, hutan adalah rumah Orang Rimba. Mereka telah menjadi bagian ekosistem hutan dimana mereka tinggal. Orang Rimba adalah alam itu sendiri. Dalam konteks TNBD, mereka adalah bagian integral dan tidak terpisahkan dalam ekosistem taman.
TNBD terletak di jantung Provinsi Jambi dan merupakan hutan hujan dataran rendah Sumatera. Ada sumber menyebutkan bahwa kawasan itu merupakan satu-satunya hutan dataran rendah Sumatera yang masih tersisa. Oleh karena itu, selain demi peruntukan Orang Rimba, TNBD juga merupakan kawasan konservasi bagi vegetasi dan fauna hutan hujan dataran rendah. Vegetasi hutan Bukit Duabelas sangat kaya. Ratusan jenis pepohonan tumbuh meneduhi tanah. Banyak di antaranya bernilai ekonomis tinggi. Tidak sedikit pula tumbuhan yang berkhasiat obat. Pohon-pohon kayu keras menjulang tinggi membentuk kanopi yang membawa kesejukan bagi siapapun yang berada di dalam hutan. Hasil-hasil tetumbuhan hutan mengundang uang, datang menghampiri siapapun yang mau mengambilnya.
Hutan di TNBD memiliki kerapatan yang tinggi. Sinar matahari sulit menorobos dedaunan. Oleh karena itu meskipun Orang Rimba tidak memakai baju, mereka tidak kepanasan karena hutan selalu sejuk. Kondisi tanahnya ada yang berbukit-bukit dan ada yang datar. Berjalan di dalam rimba akan sering naik turun bukit sehingga menguras tenaga. Namun bagi Orang Rimba, tidak pernah ada keluhan akan hal itu. Mereka hanya berjalan sedikit melambat ketika mendaki bukit.
Jenis tanah di TNBD umumnya adalah jenis tanah padsolik merah kuning, latosol, dan litosol yang terdiri dari bahan induk batuan endapan, batuan beku, dan metamorf. Meskipun curah hujan cukup tinggi, sekitar 2000-3000 mm per tahun akan tetapi tanahnya relatif tidak terlalu subur. Ketebalan tanah yang subur sangat tipis. Oleh karena itu sistem pengolahan tanah secara intensif tidak menguntungkan. Tanaman yang ditanam di darat hanya subur pada beberapa penanaman pertama ketika lahan baru dibuka. Apabila sudah lama, tanah akan cepat menjadi tandus. Oleh karena itu biasanya tanah akan dibiarkan ditumbuhi belukar lagi. Setelah beberapa tahun, tanah akan kembali subur.
Sebagai masyarakat hutan, Orang Rimba telah sejak dulu membedakan berbagai area hutan yang memiliki nilai kemanfaatan berbeda. Misalnya ada area yang dinamakan halom bungaron, yaitu kawasan hutan yang masih utuh dan memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi. Area ini nyaris tidak dimanfaatkan oleh Orang Rimba. Lalu ada halom balolo dan ranah yang merupakan kawasan dimana Orang Rimba biasa berburu dan mengambil berbagai hasil hutan. Kemudian ada area halom benuaron dan humo yang dimanfaatkan untuk berladang. Bila digunakan analogi konsentris dengan lingkaran-lingkaran, maka halom bungaron adalah lingkaran terdalam, di bagian luarnya adalah halom balolo, dan terluar adalah halom benuaron. Namun kondisinya tentu tidak persis seperti itu. Tempat berladang Orang Rimba tersebar di pinggir dan di dalam kawasan hutan.
Hampir setiap area di dalam hutan diberi nama. Hal itu tentu untuk memudahkan Orang Rimba dalam menentukan letak. Biasanya nama suatu daerah didasarkan pada nama sungai yang mengalir. Namun jangan dibayangkan kita bakal menemukan suatu tanda-tanda fisik bahwa suatu tempat bernama tertentu. Kelompok inti Makekal Hulu misalnya tinggal di suatu kawasan yang bernama Kedondong Mudo. Lalu kelompok-kelompok kecil lainnya tersebar di kawasan yang berbeda-beda dan memiliki nama tersendiri, misalnya Siamang Mati, Air Behan, Sungai Meranti, Sungai Tengkuyung, dan lainnya. Nama tempat kadang juga menjadi identitas mereka. Mereka menjelaskan seseorang sekaligus dengan nama tempat tinggalnya. Misalnya “Nijo, dari air hitam”, “Nalitis, dari siamang mati”, dan lainnya.(bersambung)
Facebook Saya
mau ikut?
waktu
tentang saya
- muhammad ikhsan
- lahir di padang, 16 juli 1979. mengarungi hidup bersama istri tercinta bernama Lizasari Muchni, S.Pd. dan seorang anak laki-laki yang ganteng bernama Muhammad Gading Al Ikhsan. saat ini tinggal di Perumahan Mayang Puskes No. 3, Lorong Depati, Kel. Mayang Mengurai, Kec. Kotabaru, Jambi. kalau ingin bertatap ruang, silakan kontak ke 08127413379. atau ingin bersuratan dalam maya, bisa ke namoden_ikhsan@yahoo.com dan kinoi79@gmail.com
cari di sini
penerjemahan
para tamu
Selasa, 17 Februari 2009
KUBU (3)
Diposting oleh muhammad ikhsan di 09.55
Label: Suku Anak Dalam (KUBU)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar